free hit counter code Makian Khas Basa Sunda: Perspektif Alternatif Kehidupan Jenaka - JuaraNews Inspirasi Semangat Muda web stats service from statcounter

Hot News


  • Ini Susunan Pemain Port FC vs Persib Bandung
    Ini Susunan Pemain Port FC vs Persib Bandung
    • 28 November 2024 | 20:00:00 WIB

    LAGA seru nan menentukan bakal tersaji di Pathum Thani Stadium, Kamis (28/11/2024) mulai pukul 21.00 WIB, saat Port FC menjamu Persib Bandung.

Opini


  • RPJPD JABAR 2025-2045
    RPJPD JABAR 2025-2045

    RENCANA Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang.

    Makian Khas Basa Sunda: Perspektif Alternatif Kehidupan Jenaka
    (Foto: ist) ilustrasi

    Makian Khas Basa Sunda: Perspektif Alternatif Kehidupan Jenaka

    • Jumat, 30 September 2022 | 16:15:00 WIB
    • 0 Komentar

    Bandung, Juaranews - Beungeut Sia Sakuan. Masukkan muka kamu ke saku. Biasanya umpatan itu memiliki maksud bahwa muka anda jelek, lebih baik disembunyikan. Itulah salah satu contoh kata umpatan atau candaan orang sunda. Bahasa yang identik dianggap sebagai bahasa kasar ini biasa digunakan oleh anak muda dan bahkan orang tua di tanah pasundan dalam kehidupan bermasyarakat.

    Orang Sunda dikenal sebagai orang yang sangat ramah, tidak terkecuali dengan cara tata bahasa. Bahasa Sunda memiliki tiga tuturan bahasa. Bahasa lemes, sedeng, dan kasar. Bahasa seperti diatas termasuk dalam bahasa kasar.

    Bahasa kasar ini biasa diucapkan oleh yang lebih tua kepada yang lebih muda atau seumuran. Dalam percakapan sehari-hari. Seperti candaan yang berupa umpatan kepada teman sebaya tongkrongan baik yang muda maupun yang tua sudah menjadi kebiasaan yang menyenangkan dan bahkan dapat mengundang tawa baik yang mengumpat maupun yang diumpat. Justru di kalangan anak muda jika dalam suatu percakapan tidak ada umpatan atau candaan akan dianggap sebagai tongkrongan yang tidak rame.

    Tetapi hal tersebut tidak selamanya mengandung makna sebenarnya, kebanyakan hanya sebatas candaan atau lucu-lucuan agar dapat meramaikan suasana.

    Celetukan Loma Basa Sunda
    Biasanya yang paling umum disebutkan oleh masyarakat sunda adalah Anjing dan Goblog. Tetapi masih banyak lagi diantaranya seperti:

    Beungeut sia Hurung; Muka anda menyala. Biasanya dipakai disaat ada orang yang tersipu malu, Beungeut tah seuseuh; Cuci muka anda, Beungeut sia Rujit: Muka anda menjijikan, Beungeut sia siga Bagong; Muka anda seperti Babi Hutan, Beungeut sia Jebag!; Muka anda lebarTangkurak sia!!; Kepala kamu, Belegug; Tidak tahu sopan santun. Kehed siah!; Sialan, Koplok!; Bodoh, Ngabangus sia; Bicara anda!, Mangga Mamam; Syukurin!, Bedegong; Keras Kepala, Podol; Kotoran manusia, Cungur: Mulut, Bebel; Bebal.

    Perkembangan Celetukan
    Bahasa pun berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Seperti kata Bagong yang diserap menjadi Bagoy. Anjing diplesetkan menjadi Anjir, Anying, Anjrit, Ajig bahkan Anjay, Anjim, Anjayani.

    Perspektif dan Cara Menyikapi
    Meski sering dianggap tidak baik, Bahasa Kasar seperti ini tidak selamanya harus diartikan sebagai bahasa dengan maksud yang buruk. Tidak sedikit orang yang berbicara dengan bahasa kasar tersebut bertujuan agar lebih akrab dengan lawan bicara dan cara tersebut terbukti cukup efektif karena kelucuan tersendiri yang terkandung dalam diksi, dialek dan nada bicara dari bahasa kasar. Guyonan, Ledekan seperti ini menjadi salah satu ciri khas dari masyarakat sunda sendiri.

    Bahasa Kasar pun jika dilihat dari perspektif positif, dapat menjadi bukti bahwa ini adalah kearifan lokal budaya dari leluhur yang baik untuk dilestarikan selama penggunaannya tidak bermaksud negatif dan mengerti tempat, dan siapa lawan bicaranya.

    Bahasa Kasar seperti ini merupakan penyeimbang dari bahasa-bahasa yang ada. Membuat seni berkomunikasi menjadi banyak opsi. Dan juga menjadi opsi untuk menyalurkan ragam ekspresi.

    Seperti dilansir dari tirto.id, “Ini gejala universal, seiring dengan perkembangan emosi manusia. Ada senang, ada sedih, ada marah, dan menunjukkan satu perangkat linguistik yang memang menggambarkan perasaan penuturnya. Kalau tidak ada kata-kata makian kita malah curiga, apakah masyarakat tidak punya rasa marah sepanjang hidupnya?” tutur Cece Sobarna Guru Besar Linguistik Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran.[jt]

    ude

    0 Komentar

    Tinggalkan Komentar


    Cancel reply

    0 Komentar


    Tidak ada komentar

    Berita Lainnya


    Gilang Dirga Rilis Lagu Baru Tentang Lembang
    Pelataran Bandung Suguhkan Fasilitas Istimewa
    Paket Unlimited Smartfren, Harga Mulai Rp9 Ribuan
    Superadventure Prima 4x4 Challenge Tampil Memukau
    Manjakan Penikmat The Papandayan Jazz Fest 2024

    Editorial