free hit counter code Film Berbahasa Sunda Before, Now & Then (Nana) Tayang di Berlin International Film Festival - JuaraNews Inspirasi Semangat Muda web stats service from statcounter

Hot News


Opini


  • RPJPD JABAR 2025-2045
    RPJPD JABAR 2025-2045

    RENCANA Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang.

    Film Berbahasa Sunda Before, Now & Then (Nana) Tayang di Berlin International Film Festival
    (juaranews)

    Film Berbahasa Sunda Before, Now & Then (Nana) Tayang di Berlin International Film Festival

    • Minggu, 23 Januari 2022 | 05:00:00 WIB
    • 0 Komentar

    JuaraNews, Bandung – Film berbahasa Sunda berjudul Before, Now & Then atau Nana terpilih untuk ditayangkan perdana secara global dan masuk dalam program kompetisi utama 72nd Berlin International Film Festival (Berlinale) 2022.

     

    Film Nana diproduksi oleh Fourcolours Films bekerja sama dengan Titimangsa Foundation. Film garapan Kamila Andini dan produser Ifa Isfansyah & Gita Fara itu bercerita tentang sejarah Indonesia dari perspektif perempuan. Ini merupakan satu dari sedikit film yang menggunakan bahasa Sunda dalam jalan cerita dan diaolgnya. Kamila Andini menjadi sutradara perempuan pertama Indonesia yangberkompetisi di Berlinale sejak terakhir kali Sofia WD lewat film Badai Selatan pada 1962.

     

    Film Nana sendiri diangkat dari kisah hidup Raden Nana Sunani yang di daptasi dari penggalan novel Jais Darga Namaku karya Ahda Imran. Salah satu tujuan pembuatan film ini adalah untuk mewakili pemikiran dan pandangan para perempuan di Indonesia.

     

    Film ini dibintangi oleh Happy Salma yang memainkan karakter utama, Nana. Selain itu turut bermain di film ini adalah Laura Basuki, Ibnu Jamil, Arswendy Bening Swara, Rieke Diah Pitaloka, Arawinda Kirana dan aktris cilik pendatang baru, Chempa Putri.

     

    Sesuai dengan latar belakang, film ini menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa utama dalam dialog. Film Nana diproduksi dengan lokasi di Ciwidey Jawa Barat mulai Februari 2021. Untuk memperkuat suasana ada banyak unsur seni. Salah satunya penggunaan lagu berbahasa Sunda yang diproduksi sekitar tahun 1960-an yang berjudul Djaleleudja, lagu ini diproduksi oleh Jamin Widjaja dan Indrawati Widjaja dari Bali Records (Musica Studio’s).

     

    Film ini menceritakan tentang  kisah hidup seorang perempuan yang hidup di era 1960-an bernama Raden Nana Sunani (Happy Salma). Dia melarikan diri dari gerombolan yang ingin menjadikannya istri dan membuatnya kehilangan ayah dan anak.

     

    Ia lalu menjalani hidup barunya bersama seorang menak Sunda hingga bersahabat dengan salah satu perempuan simpanan suaminya. Sesuai latar tempatnya, film ini akan menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa utama yang dipakai di film.

     

    Film berlatar waktu di akhir 1960-an ini membawa Kamila Andini ke eksplorasi baru dalam perjalanan kariernya sebagai sutradara, ia menggarap film periodik yang juga diinspirasikan dari kisah nyata. Kamila Andini mengatakan, film periodik Indonesia selalu terkait dengan sesuatu yang besar atau tentang seorang tokoh penting.

     

    "Sedangkan ketika saya mengerjakan ini saya ingin menceritakan seorang tokoh perempuan pada umumnya, seperti nenek kita, kakak kita, atau ibu kita, yang bisa disayangi dengan semua kekurangan dan kelebihannya. Kebetulan saja ia hidup di masa itu. Tapi kita juga bisa berefleksi dengan masa itu dan masih bisa terhubung dengan masa kini. Saya ingin membuat jembatan dari masa lalu ke masa sekarang,” ungkap Kamila dalam acara Special Media Announcement  di Goodrich Suites Artotel Portfolio, di Jakarta, Jumat (21/1/2022).

     

    "Perempuan adalah korban zaman yang paling nyata. Tapi di setiap zaman, selalu ada sosok perempuan yang tidak pernah sekalipun menjadikan dirinya korban, meskipun tetap tidak lepas dari pengorbanan. Nana adalah kisah perempuan yang menjadi korban sebuah era; perang, politik, pemberontakan dan kehidupansosial patriarki yang ingin mencari arti bebasannya sendiri," imbuhnya.

     

    Kamila menyebutkan, gagasan membuat film Before, Now & Then (Nana) sebenarnya sudah ada sejak 2018. Namun Kamila memutuskan membuat film Yuni lebih dahulu. Maka film ini baru dikerjakan pada awal 2021, saat pandemi sedang berjalan. Meskipun begitu, ia mengaku pengerjaannya cukup nyaman. “Film ini dibuat seperti jamming session, karena dikerjakan dengan orang yang banyak dikenal,” jelasnya.

     

    Untuk film panjang keempatnya, Kamila Andini kembali berpartner dengan produser Ifa Isfansyah yang sebelumnya sukses melahirkan film Yuni yang mendapatkan penghargaan Platform Prize di Toronto International Film Festival 2021. Ifa Isfansyah kali ini menggandeng Gita Fara yang sebelumnya juga bekerja sama dengan Kamila Andini melalui film The Mirror Never Lies (2011) dan Sekala Niskala (2017).

     

    Sinopsis Film Before, Now & Then atau Nana yang Masuk dalam Ajang Berlin  International Film Festival - Berita DIY

    Lestarikan Bahasa Daerah lewat Film

    Sementara itu, Happy Salma mengaku bangga dengan pencapaian ini. Padahal, aktris berusia 42 tahun itu tidak berekspektasi apa pun saat pertama kali ditawari untuk terlibat dalam film Nana.

     

    "Saya awalnya pas mbak Dini nawarin yakin aja, nothing to lose aja, kalau pun nggak jadi apa-apa, it's ok yang penting jadi karya aja. Tapi ternyata dengan sebuah keinginan besar, ketulusan, dan konsistensi, bahasa daerah tuh bukan jadi penghalang untuk kita bisa berkomunikasi di mana pun," kata Happy Salma.

     

    "Buktinya film dengan berbahasa Sunda ini bisa masuk di main competition Berlinale berarti di Jerman sana akan ada pertama kali dalam sejarah, ada film berbahasa Sunda. itu statement penting bahwa kebhinekaan kita, kita jangan khawatir, semua sineas bisa menggunakan semua bahasa," pungkasnya.

     

    Rasa bangga dan pujian terhadap capaian film Nana, juga disampaikan Gubernur Jabar Ridwan Kamil. Menurutnya, film tersebut menjadi peristiwa sejarah bagi masyarakat Sunda.

     

    "Ini peristiwa bersejarah, film Indonesia masuk finalis Fesitival Film Internasional Berlin, dan yang pertama kali berbahasa daerah, yaitu Sunda," ujar Ridwan Kamil di Kota Kediri, Jawa Timur, Jumat (21/1/2022).

     

    Emil menuturkan, prestasi tersebut patut diapresiasi mengingat isu kebhinekaan saat ini di Indonesia tengah menjadi sorotan. "Apalagi dengan isu masalah bahasa daerah dan kebhinekaan yang saat ini jadi sorotan, prestasi ini sangat membanggakan," tuturnya.

     

    Ia berharap, diakuinya film Nana oleh dunia internasional menjadi penyemangat bagi masyarakat Indonesia untuk tidak malu dan lebih menghargai keberagaman bahasa daerah. "Terbukti dengan kreativitas itu dunia menghargai, masak bangsa kita sendiri kurang menghargai. Poinnya ini adalah sebuah kebangkitan bahasa daerah di dunia internasional melalui ajang Festival Film Internasional Berlin," kata Emil.

     

    Dalam produksi film tersebut, Pemprov Jabar turut memberikan dukungan. Emil menuturkan, bahasa daerah bisa dilestarikan lewat berbagai cara termasuk film, maupun konten-konten di media sosial. Seperti film berbahasa Jawa Yo Wis Ben yang juga pernah berprestasi.

     

    "Sudah dimulai film-film berbahasa daerah seperti Yo Wis Ben, itu bahasa Jawa, karenanya mari lestarikan bahasa daerah dengan cara-cara baru bisa melalui media film, konten dan sebagainya. Kalau bukan kita yang melestarikan, siapa lagi," ujar Emil.

     

    Film Before, Now & Then (Nana) Karya Kamila Andini Masuk Seleksi Berlinale (2)

    Para pemain dan kru film Nana saat menggelar Special Media Announcement  di Goodrich Suites Artotel Portfolio, di Jakarta, Jumat (21/1/2022). (foto: instagram/titimangsafoundation)

     

     

    Perebutkan Golden Bear dan Silver Bear

    Berlin International Film Festival atau dikenal juga dengan sebutan Berlinale adalah festival film besar dunia yang mulai diadakan sejak 1951. Festival ini rutin diadakan pada bulan Februari dengan lebih dari 65 ribu pengunjung tiap tahunnya, menjadikan festival ini sebagai salah satu festival film terbesar dunia yang sangat dinanti-nanti pelaksanaannya. Pada 2022 ini, Berlinale akan digelar secara offline pada tanggal 10 hingga 20 Februari.

     

    Dari surat yang dikirimkan Direktur Artistik Berlinale Carlo Chatrian, film Nana menjadi satu dari  18 film dari 15 negara yang akan mendapatkan Golden Bear dan Silver Bear di festival film tersebut. Film Nana berhasil lolos dan terseleksi dalam program kompetisi utama yang merupakan program inti dari festival. Total 18 film terpilih, baik dari sutradara yang telah mapan maupun dari sutradara muda yang sedang naik daun, akan berkompetisi untuk memperebutkan penghargaan Beruang Emas dan Beruang Perak.

     

    Carlo Chatrian sendiri memberikan pujian untuk film Nana. “Film ini adalah proyek yang sangat ambisius tanpa kehilangan perspektif perempuan yang berhubungan dengan masa lalu Indonesia dengan pendekatan pribadi dan orisinal. Cerita dijalin dengan perasaan yang tidak bisa kita hindari dengan cara bertutur melodrama seiring dengan penggunaan musik,” ungkap Carlo, dikutip dari Instagram @titimangsafoundation.

     

    Carlo mengatakan, film-film yang terpilih tahun ini diseleksi dengan ketat. “Film-film Berlinale ke-72 memberikan deskripsi yang baik tentang dunia dalam keadaannya yang berubah saat ini, tetapi juga tentang bagaimana keadaannya, dan bagaimana seharusnya atau kemungkinannya,” jelas Carlo.

     

    Ikut tampil dalam ajang Berlin International Film Festival, film karya sutradara Carla Simon, Claire Denis, Rithy Panh, Denis Cote, Paolo Taviani, Ulrich Siedl, Andreas Dresen, Hong Sang Soo, Isaki Lacuesta dan Francois Ozon. (*)

    jn

    0 Komentar

    Tinggalkan Komentar


    Cancel reply

    0 Komentar


    Tidak ada komentar

    Berita Lainnya


    Gilang Dirga Rilis Lagu Baru Tentang Lembang
    Pelataran Bandung Suguhkan Fasilitas Istimewa
    Paket Unlimited Smartfren, Harga Mulai Rp9 Ribuan
    Superadventure Prima 4x4 Challenge Tampil Memukau
    Manjakan Penikmat The Papandayan Jazz Fest 2024

    Editorial