free hit counter code Lebih dari 700 Ribu Kasus DBD di Masa Pandemi, Reisa:Lakukan Pencegahan Ini - JuaraNews Inspirasi Semangat Muda web stats service from statcounter

Hot News


Jabar Juara


Opini


  • RPJPD JABAR 2025-2045
    RPJPD JABAR 2025-2045

    RENCANA Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang.

    Lebih dari 700 Ribu Kasus DBD di Masa Pandemi, Reisa:Lakukan Pencegahan Ini
    (bnpb.go.id) Reisa Broto Asmoro

    Lebih dari 700 Ribu Kasus DBD di Masa Pandemi, Reisa:Lakukan Pencegahan Ini

    JuaraNews, Jakarta – Di tengah masa pandemi, hingga kini kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia meningkat.

     

    Laporan Kementerian Kesehatan mencatat jumlah kasus DBD mencapai lebih dari 700 ribu kasus. Gugus Tugas Nasional meminta masyarakat waspada ancaman DBD di saat masih melawan Covid-19.

     

    Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional dr Reisa Broto Asmoro mengatakan, DBD adalah salah satu tantangan terberat Pemerintah Indonesia, beban kesehatan masyarakat yang juga mengancam kesehatan. Kasus DBD yang tersebar di 465 wilayah administrasi di tingkat kabupaten dan kota mengakibatkan jumlah kematian hampir 500 jiwa.

     

    “Di tengah pandemi Ccovid-19, kita juga harus menekan angka kesakitan DBD. Kita harus tetap bergerak, memantau nyamuk baik secara mandiri, bersama-sama, maupun bekerja sama dengan pemerintah,” ujar dr Reisa saat konferensi pers di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta, Jumat (3/7/2020).

     

    Dia meminta warga menjaga kebersihan lingkungan secara rutin satu bulan sekali.

     

    “Sekarang kita mulai produktif kembali, maka, mari perhatikan saluran air, tempat nyamuk bertelur, dan tempat-tempat dengan reservoir air,” tandasnya.

     

    Nyamuk aedes aegypti lebih senang bersarang di air yang bersih yang dibiarkan tergenang. Reisa menyampaikan langkah pencegahan dengan melakukan 3M, yakni menguras penampungan air bersih atau mengeringkan genangan air, menutup kolam atau wadah penampungan air dan mengubur barang bekas atau mendaur ulang limbah bekas agar tidak menjadi sarang nyamuk.

     

    “Itu adalah langkah-langkah utama pencegahan DBD,” kata Reisa.

     

    Langkah lain yang praktis yaitu jangan menggantung pakaian bekas pakai yang berpotensi menjadi tempat bersembunyi nyamuk DBD di dalam rumah.

     

    “Nah, kebiasaan baru yang mengharuskan kita untuk membersihkan diri setelah sampai di rumah, sekaligus memastikan pakaian yang kita pakai setelah aktivitas langsung dicuci. Sejalan dengan pesan pemerintah untuk memberantas Covid-19, sekaligus dapat mencegah DBD,” ujarnya.

     

    Lebih lanjut, dia meminta warga berkoordinasi dengan pihak pengelola lingkungan dalam upaya pemberantasan nyamuk di pemukiman. 

     

    “Ya terutama, dimulai dari rumah Anda sendiri. Dalam adaptasi kebiasaan baru di mana kita menjalani kebijakan pengaturan waktu kerja, penggiliran hari kerja, pergantian hari berkantor, dan bisa bekerja dari rumah atau work from home, memberikan kita waktu untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk di rumah dan lingkungan sekitar rumah kita,” papar Reisa.

     

    Dia juga menyampaikan, ciri-ciri gejala DBD, gejalanya tidak langsung muncul. Seseorang baru merasakan gejala pada 4 hingga 10 hari setelah digigit nyamuk bervirus dengue. Gejala paling umum yakni demam tinggi hingga 40 derajat Celcius.

     

    Gejala lain berupa sakit kepala, nyeri tulang, nyeri otot, mual, muncul bintik merah di kulit hingga pendarahan pada hidung dan gusi.

     

    “Bintik-bintik merah yang muncul di permukaan kulit merupakan tanda terjadinya pendarahan pada kulit akibat penurunan trombosit. DBD bisa berkembang menjadi kondisi berat dan merupakan kegawatan, yang disebut dengan dengue shock, atau DSS, dengue shock syndrome,” beber Reisa.

     

    Ia menambahkan, gejalanya berupa muntah, nyeri perut, perubahan suhu tubuh dari demam menjadi dingin atau hipotermia, dan melambatnya denyut jantung. DBD menyebabkan kematian ketika penderitanya mengalami syok karena perdarahan.

     

    Belum ada obat spesifik untuk melawan DBD. Pemberian obat hanya ditujukan untuk mengurangi gejalanya, misalnya demam, nyerinya, serta mencegah komplikasi. Selain itu, penderita DBD dianjurkan untuk banyak istirahat dan cukup minum agar tidak mengalami dehidrasi.

     

    Reisa mengingatkan, puncak kasus DBD biasa terjadi menjelang pertengahan tahun seperti sekarang. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa wilayah dengan banyak kasus DBD merupakan wilayah dengan kasus Covid-19 yang tinggi seperti Jawa Barat, Lampung, NTT, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Sulawesi Selatan.

     

    “Fenomena ini memungkinkan seseorang yang terinfeksi covid-19, juga beresiko terinfeksi DBD. Pada prinsipnya sama, pada prinsipnya, upaya untuk mencegahnya adalah menghindari infeksi, dan untuk DBD, gigitan nyamuk,” ujarnya.

     

    Dia meminta masyarakat bersama-sama membasmi DBD dan terus melawan covid.

     

    “Mari lindungi diri kita, lindungi keluarga, mulai dari rumah untuk melawan Covid-19 dan mencegah DBD. Tetap sehat, tetap semangat,” katanya. (*)

    ayi

    0 Komentar

    Tinggalkan Komentar


    Cancel reply

    0 Komentar


    Tidak ada komentar

    Berita Lainnya


    Alumni Cipayung Plus Siap Awasi Rekapitulasi Suara
    LENGKAP, Ini Hasil Quick Count Pilkada di Jabar
    Dedi Mulyadi Dihadiahi Jersey Persib Oleh Bos Umuh
    Jabar Antisipasi Potensi Bencana saat Libur Nataru
    Naiknya UM 2025, Ini Catatan ASPEK Indonesia

    Editorial



      sponsored links